Entri yang Diunggulkan

MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA UPAYA HUKUM MENJAMIN HAK

BAB I PENDAHULUAN Dalam undang-undang diupayakan seadil-adil mungkin dalam pembuatannya dan juga penerapan undang-undang tersebut. Dan...

Jumat, 24 Maret 2017

MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA UPAYA HUKUM MENJAMIN HAK

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam undang-undang diupayakan seadil-adil mungkin dalam pembuatannya dan juga penerapan undang-undang tersebut. Dan juga tidak di kesampingkan hak dari pada terpidana. Ini jelas terlihat dari kesempatan yang diberikan undang-undang dalam berbagai tingkatan. Misalnya saja seseorang yang tidak puas dengan keputusan pengadilan maka dia mempunyai hak untuk mengajukan kembali ketidak setujuannya itu kepada pengadilan tinggi.
Namun semua itu ada syarat yang telah ditetapkan dalam UU, misalnya saja ada bukti yang terbaru atau novum yang dapat meringankan atau bahkan membebaskan si terdakwa dari putusan pengadilan pertama atau pengadilan negeri. Untuk pengajuan banding itu ada batasan waktu yang jika melewati batasan tersebut maka putusan pengadilan negeri atau pengadilan tingkat pertama telah disetujui oleh pihak yang telah di dakwa oleh pengadilan.
Jika sebuah keputusan pada tingkat banding juga tidak memuaskan salah satu pihak, maka pihak yang merasa tidak puas dengan keputusan tersebut dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) pada tingkatan Mahkamah Agung (MA) dalam bentuk kasasi.
Maka dalam makalah ini kami mencoba membahas tentang procedure atau tatacara dalam pengajuan banding dan kasasi atau lebih tepastnya tentang Upaya-upaya Hukum dalam undang-undang pengadilan di Indonesia, pengertian dari upaya hukum dan bentuk-bentuk upaya hukum yang telah digariskan oleh undang-undang (KUHAP) Dan juga, kami mencoba membahas dan menjelaskan tentang hak dari para pihak yang tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri ataupun pengadilan tinggi.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Upaya Hukum
Upaya hukum adalah suatu upaya berdasarkan hukum dari para pencari keadilan atau para pihak yang berperkara agar suatu penetapan atau putusan pengadilan diperiksa ulang oleh karena adanya anggapan bahwa penetapan atau putusan tersebut tidak tepat dan tidak adil.[1] Dapat juga didefinisikan dengan suatu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.[2]
Upaya hukum (dalam segala bentuknya) ini adalah merupakan hak. Yakni hak dari mereka yang menjadi pihak dalam perkara. Setiap orang yang menjadi pihak dalam suatu perkara, apakah itu perkara permohonan (volunter) atau perkara sengketa atau gugat menggugat (contentiosa), semuanya sama-sama berhak mengajukan upaya hukum. Adapun cara hak itu tepat dan efektif, pengajuannya tentu harus melalui tata cara yang ditentukan undang-undang serta menentukan kejelian dan kecermatan. Sebab pihak yang mengajukan upaya hukum akan berhadapan dengan berbagai aturan formil yang terkadang agak rumit dan berbelit. Kemudian, sebahagian dari atauran formil itu ada yang menentukan keabsahan dari permohonan upaya hukum. Sahnya suatu permohonan upaya hukum ditentukan oleh dipenuhi atau tidaknya atuaran formil oleh pihak termohon. Kekeliruan atau kelalaian memenuhi ketentuan formil mengakibatkan permohonan upaya hukum itu tidak sah dan karenanya akan tidak diterima. Akibatnya, pemeriksaan oleh pengadilan terhadap permohonan upaya hukum yang diajukan menjadi gagal.[3]
B.      Upaya menjamin hak.
Seseorang yang merasa haknya dilanggar oleh orang lain dan ia tidak dapat menyelesaikan sendiri masalahnya itu, dapat mengajukan tuntutan hak kepada Pengadilan untuk menyelesaikannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tuntutan itu harus mengandung kepentingan hukum, point d’interet, poit d’action, geen belang geen actie (tidak ada ada kepentingan, tidak dapat digugat di muka pengadilan). Putusan MARI No. 294 K/Sip/1971 tanggal 7 Juli 1971 menyebutkan, gugatan harus diajukan oleh orang yang mempunyai hubungan hukum.
Untuk kepentingan Penggugat agar terjamin haknya sekiranya gugatannya dikabulkan, undang-undang menyediakan sarana untuk menjamin hak tersebut dengan penyitaan (arrest, beslag). Sita adalah suatu tindakan hukum oleh Hakim yang bersifat eksepsional, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa, untuk mengamankan barang-barang sengketa atau yang menjadi jaminan dari kemungkinan dipindah tangankan, dibebani suatu jaminan, dirusak atau dimusnahkan oleh pihak yang menguasai barang-barang tersebut, untuk menjamin agar putusan Hakim nantinya dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ada beberapa bentuk upaya menjamin hak yang dilakukan oleh hukum, yaitu dengan:
a.       Permohonan Sita
Adapun pengertian sita / beslaag yaitu suatu tindakan hukum oleh hakim yang bersifat eksepsional, atas permohonan atas salah satu pihak yang bersengketa, untuk mengamankan barang-barang sengketa atau yang menjadi jaminan dari kemungkinan dipindahtangankan, dibebani sesuatu sebagai jaminan, dirusak atau dimusnahkan oleh pemegang atau pihak yang menguasai barang-barang tersebut, untuk menjamin agar putusan hakim nantinya dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Untuk menjamin hak-hak tersebut, maka hukum memberi jalan dengan hak baginya untuk mengajukan permohonan sita terhadap barang-barang sengketa atau yang dijadikan jaminan.

b.      Hakikat Sita
Dari rumusan pengertian sita tersebut maka kita bisa lihat bahwa hakikat dari persitaan adalah:
Ø  Sita merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh hakim.
Ø  Sita bersifat eksepsional.
Ø  Sita dilakukan atas permohonan pihak yang bersengketa.
Ø  Sita untukmengamankan barang-barang sengketa atau yang dijadikan jaminan.
Ø  Tujuan akhir dari sita yaitu untuk menjamin agar putusan hakim nantinya, sekiranya tuntutan dalam pokok perkara dikabulkan, dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

c.       Pelaksanaan Sita
Penyitaan dilakukan oleh panitera pengadilan agama, yang wajiub membuat berita acara tentang pekerjaannya itu serta memberitahukan isinya kepada tersita bila dia hadir. Dalam melaksanakan pekerjaan itu, panitera dibantu oleh dua orang saksi yang ikut serta menandatangani berita acara.

d.      Unsur-unsur Dalam Penyitaan
Ø  Pemohon sita
Ø  Permohonan sita
Ø  Obyek sita
Ø  Tersita
Ø  Hakim
Ø  Pelaksana sita

e.       Macam-macam Sita
Hukum Acara Peradilan Agama mengenal beberapa macam sita yaitu :
                                                       I.            Sita Jaminan
1.      Sita conservatoir.
Adalah sita terhadap barang-barang milik tergugat yang disengketakan setatus kepimilikannya, atau dalam hal utang piutang atau tuntutan ganti rugi.
Sita conservatoir artinya jaminan atau tanggung jawab. Sita conservatoir diatur dalam pasal 227HIR/ps.261 RBg.

v  Ciri-ciri sita conservatoir:
a.       Sita dapat dilakukan atas:
Ø  Harta yang disengketakan status kepemilikannya, atau
Ø  Harta kekayaan tergugat dalam sengketa utang piutang atau tuntutan ganti rugi
b.      Obyek kekayaan dapat meliputi atas:
Ø  Barang bergerak dan tidak bergerak
Ø  Barang yang berwujud dan tidak berwujud
c.       Pembebanan sita dapat diletakkan:
Ø  Hanya atas benda tertentu (yaitu jika sita didasarkan atas sengketa kepemilikan atau mengenai barang tertentu).
Ø  Atas seluruh harta kekayaan tergugat sampai mencukupi jumlah seluruh tagihan (yaitu apabila gugatan didasarkan hutang piutang atau ganti rugi).
d.      Permohonan sita harus ada alasan bahwa:
Ø  Tergugat dikhawatirkan akan memindahtangankan atau mengasingkan dan sebagainya barang-barang sengketa atau jaminan.
Ø  Terdapat tanda-tanda atau fakta-fakta yang mendasari kehawatiran itu.
e.       Permohonan sita tanpa ada alasan seperti diatas tidak dapat dikabulkan.

v  Tatacara sita conservatoir:
Ø  Penggugat dapat mengajukan permohonan sita bersama-sama (menjadi satu) dengan surat gugatan, mengenai pokok perkara.
Ø  Permohonan diajukan kepada pengadilan yang memeriksa perkara pada tingkat pertama
Ø  Alasan tersebut disertai data-data atau fakta-fakta yang menjadi dasar kehawatiran.
Ø  Hakim mengeluarkan “penetapan” yang isinya menolak atau mengabulkan permohonan sita tersebut.
Ø  Apabila permohonan sudah ditolak tapi timbul hal-hal baru yang menghatirkan, maka dapat mengajukan permohonan lagi.

2.      Sita revindicatoir.
Sita revindicatoir ialah sita terhadap barang milik krediur (penggugat) yang dikuasai oleh orang lain (tergugat). Sita revindicator telah diatur dalam pasal 226 HIR, pasal 260 R.Bg. Dalam kedua pasal tersebut terdapat ketentuan-ketentuan yaitu:
1.      Pemohon sita revindikasi adalah pemilik barang
2.      Harus merupakan barang begerak. Jika dikaitkan dengan pasal 1977 KUHPerdata yang menganut doktrin bezit geld als volkomen title yang berarti penguasaan atas barang bergerak dianggap sebagai bukti pemilikan yang sempurna atas barang itu, maka adanya hak penggugat untuk emohon sita revindikasi dalam hal ini menjadi sangat penting.
3.      Barang yang akan dimohonkan sita revindikasi tersebut harus diterangkan dangan jelas. Hal ini tentu bertujuan guna member kepastian barang tersebut dan memudahkan dalam proses penyitaan jika dikabulkan.

 Sita revidicatoir bukanlah untuk menjamin suatu tagihan berupa uang, melainkan untuk menjamin hak kebendaan dari pemohon berakhir berakhir penyerahan barang yang disita. Kata revindicatoir berasal dari kata revindiceer, yang berarti. Tatacaranya pelaksanaan sita ini sama seperti sita conservatoir.


3.      Sita marital.
Adalah sita yang diletakkan atas harta perkawinan. Sita marital dapat diajukan bersama-sama dalam pemeriksaan perceraian atau setelah perceraian terjadi. Dan sita ini diatur dalam pasal 78 huruf c UU.No. 7/1989 jo pasal 24 PP.No. 9/1975, pasal 95 Kompilasi Hukum Islam.

v  Hak Mengajukan Sita Marital
·         Hak mengajukan gugatan Marital Beslag timbul apabila terjadi perceraian
·         Marital Beslag harus meliput seluruh harta, baik yang ada di tangan isteri maupun  ditangan suami
·         Marital Beslag tidak menjangkau harta pribadi, sepanjang harta pribadi tersebut berada di tangan tergugat
·         Permohonan sita marital yang diajukan secara parcial/sebagian tidak dapat diterima.

v  Syarat-syarat sita marital
Ø  Sita marital dapat dimohonkan oleh suami atau istri dalam sengketa perceraian, pembagian harta perkawinan dan pengamanan harta perkawinan.
Ø  Sita dapat diletakkan atas semua harta perkawinan yang meliputi harta suami, istri dan harta bersama suami isteriyang disengketakan dalam pembagian harta bersama.
Ø  Sita marital dapat diajukan bersama-sama dalam pemeriksaan perceraian atau setelah perceraian terjadi.

v  Tatacara sita marital
Tatacara sita marital sama seperti dengan sita pada umunya.

4.      Sita persamaan .
Istilah dalam bahasa belanda “vergelind beslaag” ada yang memakai sita perbandingan, adapula yang memakai sita persamaan yang mana istilah ini dipakai oleh mahkamah agung. Dan sita persamaan ini diatur dalam pasal 463 RV.
Tata cara sita persamaan:
Ø  Apabila juru sita hendak melakukan penyitaan dan menemukan bahwa barang-barang yang akan di sita itu sebelumnya telah di sita terlebih dahulu, maka juru sita tidak dapat melakukan penyitaan sekali lagi, namun ia mempunyai kewenangan untuk mempersamakan barang-barang yang disita itu dengan berita acara penyitaan, yang untuk itu oleh pihak tersita harus diperlihatkan kepada juru sita tersebut.
Ø  Berita acara sita persamaan ini berlaku sebagai sarana pencegahan hasil lelang kepada penyita pertama

5.      Sita eksekusi.
Uraian tentang cata cara sita yang meliputi permohonan, pemeriksaan, pelaksanaan dan hal-hal lain yang berkenaan dengan penyitaan dilakukan dalam pembahasan tersendiri.
Sita eksekusi dapat juga menjadi kelanjutan dari sita jaminan. Maksudnya ialah, jika telah dinyatakan sita jaminan terhadap harta tergugat, maka setelah putusan itu berkekuatan hukum tetap otomatis sita jamian berubah menjadi sita eksekusi guna melakukan proses eksekusi.
Namun jika tidak dinyatakan sita jaminan sebelumnya, dan telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka pertama-tama pihak yang kalah akan diminta untuk melaksanakan isi putusan dengan sukarela, namun jika tidak dilaksanakan dengan sukarela maka ditetapkanlah sita eksekusi terhadap harta milik pihak yang kalah, tentunya dengan mengacu kepada ketentuan perundang-undangan dan peraturan terkait.

                                                    II.            Sita Eksekusi
Sita yang dilakukan setelah perkara mempunyai kekuatan hukum tetap atas barang yang belum diletakkan sita jaminan, sedangkan terhadap barang yang sebelumnya telah diletakkan sita, maka ketika putusan mempunyai kekuatan hukum tetap otomatis menjadi sita eksekusi.

                                                 III.            Perbedaan Sita Jaminan dengan Sita Eksekusi :
·         Sita Jaminan dimaksudkan agar gugatan tidak hampa, sedangkan sita eksekusi dimaksudkan agar harta tersebut dapat dilelang untuk memenuhi melaksanaan putusan pengadilan
·         Sita Jaminan hanya bisa dilakukan sebelum mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan Sita Eksekusi hanya dapat dilakukan setelah mempunyai kekuatan hukum tetap
·         Sita jaminan dapat diterapkan dalam beberapa jenis, yaitu : Sengketa Milik, Utang Piutang, dan Ganti Rugi, sedangkan Sita Eksekusi dapat dilakukan terhadap jenis perkara sengketa utang piutang dan ganti rugi, serta sengketa hak milik yang sebelumnya belum diletakkan sita jaminan
·         Kewenangan memerintahkan sita jaminan ada pada Ketua Majelis Hakim, sedangkan sita eksekusi ada pada Ketua Pengadilan.

                                                 IV.            Persamaan Sita Jaminan dan Sita Eksekusi :
·         Pelaksanaan dimulai dari barang bergerak, bila belum mencukupi, baru dilakukan terhadap barang tidak bergerak
·         Persamaan dalam tatacara sita
·         Pendaftaran berita acara sita
·         Larangan memindahkan atau membebani harta tersita

















KESIMPULAN

Upaya hukum adalah suatu upaya berdasarkan hukum dari para pencari keadilan atau para pihak yang berperkara agar suatu penetapan atau putusan pengadilan diperiksa ulang oleh karena adanya anggapan bahwa penetapan atau putusan tersebut tidak tepat dan tidak adil.[4] Dapat juga didefinisikan dengan suatu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.
Untuk kepentingan Penggugat agar terjamin haknya sekiranya gugatannya dikabulkan, undang-undang menyediakan sarana untuk menjamin hak tersebut dengan penyitaan (arrest, beslag). Sita adalah suatu tindakan hukum oleh Hakim yang bersifat eksepsional, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa, untuk mengamankan barang-barang sengketa atau yang menjadi jaminan dari kemungkinan dipindah tangankan, dibebani suatu jaminan, dirusak atau dimusnahkan oleh pihak yang menguasai barang-barang tersebut, untuk menjamin agar putusan Hakim nantinya dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
















DAFTAR PUSTAKA
Harahap Yahya, Kedudukan kewenangan dan acara peradilan agama, 1990 Jakarta: Pustaka Kartini
Mertokusumo Sudikno, hukum acara perdata Indonesia, 1954 Jakarta: Soeroengan
Krisna Harahap, hukum acara peradilan agama, 2003 Jakarta: Persada
Harahap Yahya. Hukum Acara Perdata, 2005 Jakarta: PT. Sinar Grafika
Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. 2000 Jakarta: PT. Yayasan Al-Hikmah
Pangeran Harahap, peradilan islam di Indonesia, 2012 Jakarta: Perdana Mulya sarana



[1] M. Yahya Harahap, Kedudukan kewenangan dan acara peradilan agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1990) hal. 375
[2] Sudikno Mertokusumo, hukum acara perdata Indonesia, (Jakarta: Soeroengan, 1954) hal. 194
[3] M. Yahya Harahap, Kedudukan kewenangan dan acara peradilan agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1990) hal. 375-376
[4] M. Yahya Harahap, Kedudukan kewenangan dan acara peradilan agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1990) hal. 375

Tidak ada komentar:

Posting Komentar